![]() |
picture from google |
“Hai,
apa kabar? Aku rindu.” Sungguh rasanya ingin sekali ku mengirim pesan itu ke
dirimu, tapi ku tak sanggup. Luka itu masih terlalu perih, kesedihan itu masih
tetap ada, dan mengikhlaskanmu masih terasa terlalu sulit bagiku. Aku tak tahu
bagaimana dengan dirimu, apakah kau merasakan hal yang sama dengan diriku, atau
hanya aku saja yang merasakannya.
Aku
mencoba melupakannya untuk menyembuhkan luka itu, tapi malah ku semakin
mengingat apa yang telah kita lewati bersama. Terlalu banyak kenangan itu. Dan
kau masuk terlalu dalam di hatiku. Atau aku yang terlalu berharap padamu. Ah
entahlah, aku tak paham dengan semua yang terjadi.
Aku
tak tahu apa yang terakhir kau sampaikan kepadaku itu jujur atau tidak. Aku
sungguh tak tahu. Apakah benar itu jawaban atas doamu, atau justru itu jawaban
atas doaku. Aku sungguh tak tahu. Mungkin pertemuan dan kedekatan kita beberapa
waktu belakangan adalah sebuah kesalahan. Terlalu banyak aturan-Nya yang kita
langgar. Sehingga Dia harus memisahkan kita, sebelum kita semakin berbuat
maksiat kepada-Nya. Tapi hatiku yang lain berkata, mengapa harus terjadi
kepadaku, sedangkan banyak yang lain yang jauh lebih melanggar aturan-Nya,
mengapa hubungan mereka baik – baik saja, sedangkan hubungan kita tidak.
“Allah
punya rencana lain, kau tidak baik bagiku, dan Allah akan ganti yang lebih
baik.” Sekelilingku menguatkan, termasuk keluargaku. Aku bersyukur Allah masih
hadirkan orang – orang yang manguatkan ku dimasa yang begitu sulit bagiku ini.
Aku merasa, kepergianmu ini adalah masa yang paling sulit dari sebelum –
sebelumnya. Aku tahu, rasa sakit ku yang teramat dalam ini adalah kesalahanku
sendiri yang terlalu berharap kepadamu, maka Allah hadirkan kekecewaan yang
begitu sakit juga. Aku pikir kau serius kepadaku saat kau bilang pada orang
tuaku, ternyata aku salah. Aku salah karena begitu percaya padamu, aku salah
karena begitu berharap padamu, dan aku sungguh salah karena berekspektasi
terlalu tinggi padamu.
Saat
kau mengirim pesan itu, yang begitu tiba – tiba, sungguh aku berusaha kuat, aku
berusaha tenang, tapi lagi – lagi aku kalah. Aku begitu rapuh, hatiku begitu
berantakan. Apakah kau merasakan hal yang sama denganku? Aku ingin tahu, tapi
aku juga yang sungguh tak berani untuk tahu hal itu, aku takut akan jadi lebih
kecewa. Seminggu berlalu pun hatiku masih berantakan, hanya lebih sedikit
tenang. Aku masih terus berusaha untuk mengikhlaskanmu. Allah lah yang paling
tahu terbaik buat kita bukan? Hanya kita saja yang terlalu bodoh untuk tahu
rencana Allah, dan hanya bisa menunggu waktu yang menjawab, hingga pada
akhirnya kita akan tahu bukan.
Kalau
memang kau adalah jodohku, pasti Allah akan pertemukan dan persatukan kita
dengan cara yang lebih baik bukan. Kalau pun bukan dirimu jodohku, pasti Allah
akan hadirkan yang terbaik untuk kita bukan. Kalimat itu yang masih terus
berusaha aku yakinkan, supaya hatiku menjadi lebih tenang. Tapi tanpa diundang,
apa yang pernah kita lakukan bersama yang begitu menyenangkan hadir dalam
pikiran ku. Itulah yang membuat aku sulit untuk benar – benar ikhlas. Ku sudah
baca beberapa buku terkait menenangkan hati, ku sudah tahu teori untuk
mengikhlaskan, tapi praktinya sungguh teramat sulit. Sulit bukan berarti tidak
bisa bukan? Biarlah waktu yang akan menjawab. Dan biarlah Allah hadirkan siapa
yang terbaik untuk kita. Semoga kau selalu baik – baik saja disana, dan
keluarga mu selalu Allah berkahi ya. Salam rindu dariku yang mungkin kau tak
pernah tahu, bahwa aku menulis ini untukmu.
Komentar
Posting Komentar