![]() |
picture from google |
Pernah gak sih kalian
merasa, kok hidup gua gini – gini aja ya? Atau merasa kok hidup dia banyak
banget ya Allah kasih privilege
sedangkan gua nggak? Atau pikiran – pikiran lainnya yang bisa buat efek negative
justru di hidup kalian.
Yups pasti semua orang
pernah merasa seperti itu. Tapi tahukah kalian, kalau pikiran seperti itu hadir
dari lemahnya iman kita sama Allah. Astagfirullah.
Sebelum ke bahasan
selanjutnya, saya disclaimer dulu, kalau saya menuliskan ini bukan berarti iman
saya sudah kuat atau saya sudah paling taqwa. Sungguh tidak sama sekali seperti
itu, tapi saya tuliskan hal ini justru buat jadi pengingat buat saya pribadi.
Oke kita langsung ke topic
kali ini. Dan mohon maaf kalo agak sedikit curcol, heheh
Jadi beberapa bulan
silam saya merasa hidup saya seperti kehilangan arah karena satu dan lain hal,
yang tak perlu saya ceritakan disini. Singkat cerita saya pun merasa bingung terkait
‘apa tujuan hidup saya sebenarnya’ padahal kalo saja saya lebih peka dan lebih
dekat sama Allah, Allah tuh udah ngasih tau banget di Al Qur’an bahwa kita itu
diciptakan untuk ibadah sama Allah, dan saya pun sudah pernah menuliskan di
tulisan saya sebelumnya, bisa kalian cari sendiri ya hehe.
Nah berhubung saat itu,
saya pun merasa Allah tidak adil, bahkan sulit sekali menerima apa yang Allah
tetapkan untuk saya, jadilah saya makin menjauh dari Allah. Astagfirullah, ini
bukan untuk dicontoh, tapi semoga kalian bisa mangambil pelajaran dari apa yang
saya ceritakan ini. Jadilah ya saya merasa hidup saya hambar, kalau kata orang ‘mati
segan, hidup pun tak mau’. Ya saya memang pernah sebodoh itu, merasa paling
tahu padahal sejatinya teramat bodoh. Dan setelah beberapa bulan dari kejadian
itu, saya pun mencoba bangkit perlahan, mencari kesibukan, dan mencari makna
hidup yang sesungguhnya.
Ketika waktu liburan
yang cukup panjang, walau harus izin beberapa kegiatan (karena kalau gak gitu
gak akan libur) saya memutuskan melakukan perjalanan ke luar kota. Ya perjalanan
di tengah pandemic, yang setelah sekian lama saya tidak melakukan perjalanan ke
luar kota akhirnya nekad. Awal mula tujuan saya adalah backpacker ke Bali lewat
Malang, tapi lagi – lagi ketetapan Allah lah yang berjalan. Saya gagal ke Bali,
dan hanya sampai di MALANG. Kecewa sih karena tidak sampai di tujuan awal, tapi
karena beberapa kali harapan saya sering berbeda dengan ketetapan Allah jadi
sudah sampai pada masa semua di ‘yasudahlah’ in aja.
Tidak lama sampai di
Kota Malang, kemudian esok lusanya diberlakukan PPKM Darurat, dimana mobilitas
masyarakat dibatasi dengan ketat demi menekan lonjakan kasus Covod – 19. Jadilah
saya memutuskan esok lusanya untuk kembali ke Jakarta, ya esok lusa, jadi
liburannya hanya sehari saja di Malang dan batal ke Bali. Tapi lagi – lagi yasudahlah
mau gimana lagi, daripada saya tidak bisa kembali ke Jakarta, karena saya kerja
di Jakarta. Perjalanan pulang pun tak luput dari drama karena pembatalan tiket
kereta hari H keberangkatan karena adanya PPKM Darurat, dan harus beli cari
tiket lagi supaya bisa kembali ke Jakarta. Tapi alhamdulillahnya masih ada
tiket di hari itu walaupun harus menunggu beberapa jam kemudian dari tiket
semula.
Saat kembali ke
Jakarta, saya kembali berfikir “sudahkah saya menemukan makna yang saya cari?”,
diri pun menjawab entahlah saya juga tak paham dengan diri saya sendiri saat
itu. Kemudian di malam harinya karena hari Ahad seperti biasa saya mendengarkan
live dari tim Yuk Ngaji, yang temanya #KamuGaSendiri part 1. Ya karena saya
merasa sedang kesepian saya pun menonton dan menyaksikan live itu, yang setelah
kejadian beberapa bulan silam saya tidak pernah menonton kajian itu karena
perasaan yang saya jelaskan sebelumnya. Dan ternyata ketika saya lihat itu,
kondisi para asatidz dan tim dari YN sedang diuji dengan sakit covid, bahkan
kondisi dari ustadz hussain dan ustadz weemar sangat parah, harus dibantu
dengan oksigen.
Lagi – lagi cara Allah
begitu indah menegur saya yang begitu bodoh dan lemahnya iman ini. Saat itu
ustadz Weemar menyampaikan kurang lebih seperti ini, “Kita tuh terlalu lemah
imannya, sampai Allah harus tegur dan ingatkan kita betapa berharganya nikmat
oksigen yang bisa kita hirup disaat kita lagi sakit begini. Kita sering
mengingatkan orang lain untuk bersyukur, tapi kita sendiri gak paham cara
bersyukur yang sesungguhnya. Dan kita baru mengerti saat sakit seperti ini. Kita
baru bersyukur ternyata bisa bernapas itu nikmat yang luar biasa.” Dan disitu
saya merasa begitu ‘jleb’ karena saya pun merasa lebih sering mengeluh daripada
bersyukur atas banyaknya nikmat yang Allah kasih.
Kemudian esokannya
Allah pun langsung tegur saya dengan sakit. Dan saat sakit itu saya baru benar –
benar memahami perkataan dari ustadz Weemar. Saya memang tidak tahu saya sakit
apa sebenarnya tapi dokter bilang radang akut, dan radang kali itu yang saya
rasakan berbeda dari yang sebelumnya pernah saya rasakan. Entah sugesti atau
apa, tapi kali itu saya merasa teramat parah, karena saya merasakan napas saya
sangat tidak teratur. Jadi saya drop (demam dan batuk) hari senin, kemudian malemnya saya minum obat
dan keesokannya sudah membaik (tinggal batuk). Entah karena stress pekerjaan
atau ditambah lain hal, malam rabu saya tidak bisa tidur sama sekali. Kondisi malam
rabu itu hidung saya mampet dan kesulitan bernapas, dan benar – benar harus
mengatur napas dengan sadar, jadi pernapasan saya tidak berjalan otomatis
seperti biasanya. Ditambah tengah malem saya mendengar berkali – kali suara
ambulance bolak – balik yang menyebabkan saya tambah stress. Bahkan ketika
malam itu saya kondisi mental saya sudah benar – benar pasrah, saya berpikir
kalau memang sudah waktunya yasudah saya ikhlas, tapi di lain sisi saya juga
menyadari saya masih terlalu banyak dosa dan takut sama Allah, jadilah
sepanjang malam itu saya hanya membaca istigfar (berharap Allah ampuni dosa –
dosa saya) sambil mengatur napas sampai pagi hari.
Keesokan harinya saya
bersyukur Allah masih memberikan saya waktu, sampai detik ini bahkan sehingga
saya bisa berbagi ditulisan ini. Tapi hari rabu itu kondisi saya memburuk, saya
kembali demam mungkin karena tidak bisa tidur sama sekali, batuk pilek,
ditambah napas yang tidak teratur (tapi saturasi masih normal). Dengan kondisi
seperti itu saya dihadapkan dengan berbagai pekerjaan yang menumpuk dan
beberapa surat tugas baru yang menjadikan saya semakin stress dan membuat
kondisi semakin drop. Disaat sakit itu saya harus pula mendengar kabar dari
orang – orang sekitar yang sedang Allah uji dengan sakit pula bahkan ada kabar
duka dan membuat mental saya semakin terjatuh. Disaat kondisi seperti itu saya
jadi semakin paham makna bersyukur yang pernah saya dengar dari ustadz Weemar
tadi. Dan saya menjadi berpikir, betapa lemahnya iman saya, saya baru mengerti
makna syukur ketika Allah tegur saya terlebih dahulu. Dan ternyata Allah tuh
memang baik banget sama saya berkali – kali Allah kasih kesempatan ketika saya
sudah begitu jauh dari Nya.
Inti dari sharing saya,
sebenarnya
kalau kita mau peka aja, Allah tuh udah baik banget sama kita, banyak banget
nikmat yang Allah kasih ke kita, saking banyaknya kita tuh gak bisa hitung
nikmat yang udah Allah kasih. Sedangkan ujian yang Allah kasih cuma sedikit,
mungkin masih hitungan jari, tapi kita justru lebih banyak mengeluhnya dari
sedikitnya ujian dan lupa bersyukur dari betapa banyaknya nikmat Allah.
Astagfirullah, itu tulisan buat pengingat saya pribadi.
Semoga bermanfaat
sharingnya, dan bisa menjadi pelajaran buat kita semua. Aaammiiin.
Komentar
Posting Komentar