Turuntuk yang sedang gelisah, mungkin tulisan ini bisa sedikit mengurangi kegelisah dan kegundahan kalian.
![]() |
picture from google |
“Nanti
gua habis lulus mau ngapain ya?”, “aduh kok gua belom dapet kerjaan ya?” atau
“gua kapan ya nikah?” dan masih banyak ke aduhan yang sifatnya kebanyakan itu –
itu aja gak sih. Buat yang lagi merasakan itu, sama saya pribadi juga sering
sekali merasakan kegelisahan serupa. Ya namanya hidup di dunia gak ada yang
pasti kan dan selalu aja pasti ada ujian, cuma ya setiap orang ujiannya beda –
beda, ada yang ujiannya seputar kesehatan, ada yang ujiannya perihal rezeki
(ini udah pernah dibahas ditulisan saya belumnya), ada juga yang ujiannya
perihal jodoh atau pasangan, dan lain – lain deh pokoknya. Intinya sama setiap
orang punya ujian dan masalahnya sendiri.
Banyak
pertanyaan – pertanyaan yang menghantui kita yang disadari atau tidak
kebanyakan pertanyaan itu umumnya seputar duniawi, jarang sekali kita gelisah
“nanti kita masuk surga atau nggak ya?” atau “Allah ridha gak ya sama yang kita
lakuin?”
“Kualitas hidup kita ditentukan dari apa
kegelisahan kita.” Kalimat itu saya dapatkan dari kajian online yukngaji
dan kebetulan ustadz Felix Siauw yang bilang dan saya pun tidak tahu siapa
orang yang pertama kali mengeluarkan kalimat tersebut. Awalnya saya gak terlalu
paham kalimat tersebut, tapi setelah merenungi beberapa lama kalimat tersebut
justru membuka sebuah insight baru untuk saya. Ya berawal dari pengalaman
pribadi mungkin dan maaf kalo agak sedikit curhat, heheh
Oke
buat orang – orang yang berkelahiran sekitar tahun 1990an, termasuk saya,
mungkin saat ini kalian sedang berada dalam fase yang kebanyakan orang sebut
sebagai Quarter Life Crisis atau
biasa disingkat dengan QLC. Apa itu QLC? QLC adalah fase dimana umumnya kalian
disebut sudah memasuki seperempat abad atau seperempat dari perjalanan hidup
kalian. Pada masa QLC ini umumnya seseorang berada dalam masa produktifnya yang
akan tetapi dari masa sedang semangat – semangatnya ini dalam mengejar banyak
hal, seseorang juga dihadapkan dengan banyak pilihan hidup. Seseorang yang mengalami
QLC ini bingung untuk menentukan berbagai pilihan hidupnya, kita ambil contoh,
seseorang yang berusia sekitar 25 tahun, kebanyakan dari mereka sudah lulus
dari S1, nah setelah mereka lulus mereka dihadapkan dengan pilihan ingin
melanjutkan studi S2 atau meniti karir atau bahkan menikah dan berumah tangga. Tapi
dari pilihan – pilihan tersebut tentu ada berbagai hambatan, misal seorang yang
ingin melanjutkan studi S2 tapi tidak ada biaya, mereka tidak mungkin minta ke
orang tua mereka umunya karena mereka gengsi sudah sarjana tapi masih
merepotkan orang tua, atau mereka mau mengapply
beasiswa, tapi tidak semudah itu karena persyaratan untuk beasiswa S2 cukup
banyak. Akhirnya mereka gelisah. Kemudian setelah mereka merasa studi S2 ini
belum saatnya mereka memutuskan meniti karir, tapi lagi – lagi mereka menemui
hambatan, sulitnya mencari pekerjaan, terlebih apabila mereka tidak punya
relasi dan skill yang memadai, toh zaman sekarang banyak sarjana yang
menganggur. Akhirnya mereka gelisah. Karena sulitnya mencari pekerjaan, mereka
memutuskan untuk membuka usaha atau mencoba peruntungan di bisnis, tapi lagi –
lagi, menjadi pengusaha tak semudah yang dibayangkan, mereka bangkrut. Dan akhirnya
mereka gelisah. Atau disaat usia 25 tahun, mereka sudah sangat ingin menikah,
tapi lagi – lagi tak semudah yang mereka bayangkan, ada yang belum menemukan
jodohnya, ada yang belum cukup modalnya. Dan lagi – lagi akhirnya mereka
gelisah.
Balik
lagi ke kutipan yang dibilang sama ustadz Felix tadi, kualitas hidup kita itu
dinilai dari apa yang kita gelisahkan. Kalau saja dahulu Rasulullah dulu
gelisah hanya perkara – perkara seperti yang kita gelisahkan seperti berbagai
contoh tadi, mungkin umat islam tidak akan jadi umat terbanyak di dunia ini. Tapi
apa yang Rasulullah gelisahkan? Rasulullah tidak pernah gelisah akan
kepentingan dirinya, justru yang Rasulullah gelisahkan adalah keadaan umatnya,
Rasulullah sangat takut umatnya tidak ada yang beriman sampai Rasulullah wafat
nanti, maka Rasulullah berdakwah dengan sebaik – baiknya, Rasulullah tidak
pernah gelisah hanya perkara – perkara kesenangan dirinya, tapi yang selalu
dipikirkan adalah umatnya, agar umatnya kelak bisa mendapat syafaatnya, semoga
kita bagian dari yang mendapat syafaat dari Rasulullah. Aamiin allahuma
aammiin. Balik lagi ke Rasulullah, saking cintanya dan memikirkan umatnya,
bahkan di detik – detik menjelang wafatnya Rasulullah masih memikirkan umatnya
sampai yang disebut adalah “umaatii.. umaati…” (bisa dibaca ditulisan tentang
Cinta) masyaAllah banget kan.
Para
tokoh hebat islam juga, mereka tidak gelisah dengan hal – hal yang sifatnya sepele
atau remeh temeh. Kita ambil contoh Muhammad Al Fatih. Muhammad Al Fatih tidak
pernah gelisah tentang hal – hal kecil yang kita sebutin diatas tadi, tapi
Muhammad Al Fatih gelisah tentang bagaimana ia bisa menaklukan Konstantinopel,
maka ia persiapkan dirinya untuk mencapai kegelisahan yang besar itu, tujuannya
apa beliau ingin menaklukan Konstantinopel? Bukan semata – mata hanya untuk
memperkaya dirinya dan kekuasannya, tapi lebih dari itu, ia ingin mewujudkan
bisyarah dari Rasulullah menjadi sebaik – baiknya pemimpin, yang kelak bisa
bertemu Rasulullah karena menjadi sebagai ahlu bisyarah. Selain itu, ada
Salahudin Al Ayubi. Salahudin Al Ayubi adalah seorang pembebas Al Aqsa. Lagi –
lagi beliau dididik untuk tidak gelisah dengan perkara yang sederhana, tapi
beliau gelisah karena Al Aqsa dikuasai non muslim, maka ia ingin mengembalikan
Al Aqsa ketangan kaum muslim, dan Allah kabulkan Al Aqsa dibebaskan melalui
tangan beliau. Jadi kalau tahu para tokoh muslim yang hebat dan kegelisahannya,
kita merasa kegelisahan kita terlalu sederhana, mungkin dari situ kualitas diri
kita juga masih terlalu sederhana.
Terus
kalau masih gelisah gimana dong? Kita kan bukan mereka apalagi kita kan bukan
Rasulullah.
Jawabannya,
iya memang benar kita bukan mereka dan kita juga bukan Rasul, tapi Rasulullah diutus
memang untuk menjadi teladan bagi kita walaupun kita tidak akan bisa menyamai
Rasulullah. Biar gak semakin gelisah, mungkin saya ada sedikit tips nih ketika
kalian merasa gelisah.
Pertama,
banyak – banyak berdoa dan mengingat Allah (dzikir), karena mengingat Allah
membuat hati menjadi tenang.
Kedua,
kita harus tahu batas kuasa kita (ikhtiar) dan kuasa Allah (tawakal). Sebenernya
kalo ini bahasannya cukup panjang, tapi saya coba sederhanakan. Jadi dari beberapa
kegelisahan yang dicontohkan saat QLC tadi, ada dimana kita memang harus kita
ikhtiarkan dan ada yang harus kita pasrahkan. Setiap pilihan yang kita ambil
tentu ada hambatan dan resikonya masing – masing. Misal kita ambil contoh ingin
lanjut studi S2, harusnya ketika keinginan itu ada dan kita mencoba mengambil
pilihan itu ya kita usahakan dengan sebaik – baiknya, coba dulu apply beasiswa manapun urusan diterima
atau tidak ya itu urusan Allah, sama halnya dengan pilihan – pilihan lain,
seperti mencari kerja, mencoba bisnis, atau ingin segera menikah. Intinya setiap
prosesnya kita kerjakan dan lakukan semaksimal mungkin dan urusan hasilnya kita
serahkan sama Allah. Kalo udah gitu insyaAllah kita gak akan kecewa atau
gelisah berlebihan, walaupun ketika gagal rasa kecewa itu manusiawi tapi ya
kita bisa cepet bangkit.
Ketiga,
banyak baca tokoh – tokoh muslim yang hebatnya luar biasa. Ini pernah saya coba
dan berhasil sih, kayak tadi udah saya kasih beberapa contoh ya yang ketika saya
baca kisah hidup mereka tuh rasanya hidup kita terlalu remeh, masalah kita
terlalu receh dan perjuangan kita yang katanya mau masuk surga terlalu temeh.
Keempat,
perbanyak temen salih atau salihah, yang dengan adanya mereka bisa mengajak
kita untuk memperbaiki ibadah kita dan nantinya kita sibuk dengan memperbaiki
diri kita sampai lupa dengan kegelisahan receh kita.
Kelima,
banyak melihat orang – orang yang lebih kurang beruntung dari kita, bukan untuk
menghina mereka, tapi untuk menjadikan kita lebih bersyukur atas nikmat yang
tak terhingga Allah kasih ke kita. Kadang sebagai manusia kita terlalu sibuk
mengeluhkan yang tidak ada sampai lupa mensyukuri apa yang ada.
Nah gitu aja sharing dari saya, apakah saya merasa gelisah? Jawabannya iya. Tapi saya coba mengatasi kegelisahan saya itu dengan berbagai hal positif, salah satunya dengan menulis ini untuk kalian dan tentunya untuk saya pribadi sebagai pengingat. Semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar